Monday, September 15, 2008

isi RUU Anti Pornografi

SEKRETARIAT JENDERAL
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
Jalan Jenderal Gatot Subroto - Jakarta 10270

Nomor : W.001/ 3232 /DPR RI/2006 Jakarta,8 Mei 2006
Sifat : Biasa
Derajat : Segera
Lampiran : Draft RUU
Perihal : Penyampaian Drafl RUU tentang Anti
Pornografi dan Pornoaksi.

KEPADA YTH.
1. BAPAK/IBU PIMPINAN PANSUS
2. BAPAK/IBU ANGGOTA PANSUS RUU TTG. ANTI PORNOGRAFI DAN
PORNOAKSI DPR RI

JAKARTA

Bersama ini dengan hormat kami sampaikan draft RUU tentang Anti Pornografi dan Pornoaksi hasil pembahasan Tim Perumus (Timus) yang penyusunannya diserahkan kepada Tenaga Ahli.
Demikian agar menjadi maklum, atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.

a.n SEKRETARIS JENDRAL
KEPALA BIRO PERSIDANGAN
u.b.
SEKRETARIS PANSUS,

H. MUNAWIR, M.Si
NIP. 210000474
TEMBUSAN :
1. Pimpinan DPR-RI
2. Pimpinan FPG DPR-RI
3. Pimpinan Fraksi PDIP DPR-RI
4. Pimpinan Fraksi PAN DPR-RI
5. Pimpinan Fraksi PPP DPR-RI
6. Pimpinan Fraksi PKB DI’R-RI
7. Pimpinati Fraksi P-DEM DPR-RI
8. Pimpinan Fraksi PKS DPR-RI
9. Pimpinan Fraksi PI3PD DPR-R
10. Pimpinan Fraksi; PBR DPR-RI
11. Pimpinan FraksiPDS DPR-RI
12. Sekjen DPR-RI
13. Kepala Biro Persidangan



DRAF-AWAL-02
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR …… TAHUN …..
TENTANG
PORNOGRAFI DAN PORNOAKSI
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :

  1. Bahwa Negara Republik Indonesia adalah negara hukum yang herdasarkan Pancasila dan bertanggungjawab melindungi setiap warga negara, harkat dan martabat manusia Indonesia yang menjunjung tinggi nilai-nilai dan moral Pancasila, kultur masyarakat, etika, akhlak mulia, kepribadian luhur yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
  2. bahwa dampak globalisasi dan kondisi kesejahteraan masyarakat yang berpengaruh terhadap meningkatnya pembuatan, penyebarluasan, penggunaan pornografi dan
    Pornoaksi yang dalam masyarakat saat ini sangat memprihatinkan karena sudah mengancam kepribadian generasi bangsa dan tatanan kehidupan sosial masyarakat Indonesia.;
  3. Bahwa peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pornografi dan tindak kecabulan yang ada sampai saat ini sudah tidak sesuai dengan kebutuhan hukum dalam rangka melestarikan tatanan kehidupan dan ketertiban bermasyarakat serta penegakan hukum;
  4. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, clan huruf c perlu membentuk undang-Undang tentang Pornografi dan Pornoaksi;

Mengingat : Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28 J, dan Pasal 29 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

dan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA


MEMUTUSKAN:


Mcnetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PORNOGRAFI DAN
PORNOAKSI

BAB I


KETENTUAN UMUM


Pasal 1

Dalam Undang Undang ini yang dimaksudkan dengan :


l. Pornografi adalah karya manusia yang sengaja mengekploitasi obyek seksual dengan menampilkankannya di muka umum dan melanggar rasa kesusilaan masyarakat.
3. Pornoaksi adalah perbuatan yang sengaja mengeksploitasi obyek seksual yang dilakukan di muka umum yang melanggar rasa kesusilaan masyarakat dan merendahkan harkat danmartabat manusia.
4. Media massa cetak adalah alat atau sarana penyampaian informasi dan pesan-pesan secara visual kepada masyarakat luas berupa barang-barang cetakan massal antara lain buku, suratkabar, majalah, dan tabloid.
5. Media massa elektronik adalah alat atau sarana penyampaian informasi dan pesanpesan secara audio dan/atau visual kepada masyarakat luas antara lain berupa radio, televisi, film, dan yang dipersamakan dengan film.
6. Alat komunikasi media adalah sarana penyampaian informasi dan pesan-pesan sccara audio dan/atau visual kepada satu orang dan/atau sejumlah orang tertentu antara lain berupa telepon, Short Message Service, Multimedia Messaging Service, surat, pamflet, leaflet, booklet, selebaran, poster, dan media elektronik baru yang berbasis komputer seperti internet dan intranet.
7. Barang pornografi adalah semua benda yang materinya mengandung sifat pornografi antara lain dalam bentuk buku, suratkabar, majalah, tabloid dan media cetak sejenisnya,
film, dan/atau yang dipersamakan dengan film, video, Video Compact Disc, Digital Video Disc, Compact Disc, Personal Computer-Compact Disc Read Only Memory, dan kaset.
8. Jasa pornografi adalah segala jenis layanan pornografi yang diperoleh antara lain melalui telepon, televisi kabel, internet, dan komunikasi elekronik lainnya, dengan cara memesan atau berlangganan barang-barang pornografi yang dapat diperoleh secara langsung dengan cara menyewa, meminjam atau membeli.
9. Membuat adalah kegiatan atau serangkaian kegiatan memproduksi materi media
Massa cetak, media massa elektronik, media komunikasi lainnya, dan barang-barang
pornografi.
10. menyebarluaskan adalah kegiatan atau serangkaian kegiatan mengedarkan materi
media massa cetak, media massa elektronik, media komunikasi lainnya, dan barang-
barang Yang mengandung sifat pornografi dengan cara memperdagangkan, memperlihatkan, memperdengarkan, mempertontonkan, mempertunjukan,
menyiarkan, menempelkan, dan/atau menuliskan.

11. Menggunakan mlalah kegiatan memakai materi media massa cetak, media massa elektronik, alat komunikasi medio, dan barang dan/atau jasa pornografi.
11. Mengeksploitasi adalah kegiatan memanfaatkan perbuatan untuk tujuan mendapatkan keuntungan materi atau nonmateri bagi diri sendiri dan/atau oranglain.
12. Anak-anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delatan belas) tahun
13. Jasa adalah segala jenis layanan yang dapat diperoleh secara langsung atau melalui pcrantara, baik perseorangan maupun perusahaan.
14. Perusahaan adalah kumpulan orang dan/atau kekayaan yang terorganisasi, baik berupa badan hukum maupun bukan badan hukum.



BAB II
ASAS, TUJUAN DAN RUANG LINGKUP
Bagian pertama
Asas dan Tujuan

Pasal 2

Pembatasan dan pelarangan terhadap pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi berasaskan kemanusiaan yang adil dan beradab dengan memperhatikan
nilai-nilai kultural, susila, dan moral, keadilan, perlindungan hukum, dan kepastian hukum.

Pasal 3
Undang-Undang tentang Pornografi dan Pornoaksi bertujuan ;
a. Mangatur tata kehidupan masyarakat dengan menjunjung tinggi harkat dan martabat warga negara serta nilai-nilai kultur masyarakat Indonesia yang plural.
b. Membatasi pembuatan dan pemanfaatan barang pornografi yang tidak sesuai dengan tujuan, fungsi dan peruntukannya.
c. Mencegah pengaruh negatif globalisasi dan dampak sosial masyarakat akibat dari kondisi tingkat kesejahteraan dan kualitas pendidikan masyarakat.

Bagian kedua Ruang lingkup

Pasal 4
Ruang lingkup yang diatur dalam undang-undang tentang Pornografi dan Pornoaksi mencakup:
a.. Pembuatan yang meliputi kegiatan atau serangkaian kegiatan memproduksi materi media massa cctak, media massa elektronik, media komunikasi lainnya, dan barang barang pornografi.
b. Penggandaan tcrdiri dari kegiatan atau serangkaian kegiatan untuk memperbanyak materi media massa, media massa elektronik, media komunikasi lainnya, dan barang-barang pornografi.
c. Pcnyebarluasan yang meliputi segala kegiatan atau serangkaian kegiatan yang bertujuan untuk: mengedarkan materi media massa cetak, media massa elektronik,
media-media komunikasi lainnya, dan mengedarkan barang-harang yang mengandung sifat pornografi dengan cara memperdagangkan. memperlihatkan,

d. Penggunaan mencakup segala kegiatan yang memakai materi media massa cetak, media massa elektronik, alat komunikasi media, dan barang dan/atau jasa pornografi.

Bagian kedua
Kualifikasi

pasal 5
a. Kesengajaan adalah perbuatan yang mempunyai hubungan timbal balik antara niat dan peristiwa yang dihendaki;
b. Eksploitasi adalah tindakan berupa kegiatan memanfaatkan perbuatan untuk tujuan mendapatkan keuntungan materi atau non materi bagi diri sendiri dan/atau oranglain;
c. Di muka umum adalah segala perbuatan yang dilakukan dan dilihat oleh khalayak ramai atau masyarakat;
d. Melanggar rasa kesusilaan masyarakat perbuatan itu dianggap melanggar kepatutan dan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat atau komunitas tersebut.

Bagian ketiga
Kategori

Pasal 6
Yang dapat dikategorikan sebagai barang pornografi dalam undang-undang ini mencakup tulisan, gambar, foto, sketsa, grafis, pertunjukan, animasi, film, video, Computer-Compact Disc Read Only Memory, kaset, leaflet, majalah, situs, Short Message Service, Multimedia Messaging Service, surat kabar, tabloid, majalah, pamflet dan poster.

Bagian Keempat
Unsur pornografi

Pasal 7
Dalam undang-undang ini yang dikategorikan pornografi harus mengadung unsur Perbuatan yang dilakukan dengan sengaja, yang dilakukan di muka umum, terhadap alat
kelamin rnanusia, dengan tujuan eksploitasi seksual, adanya dampak negatif yang timbul, perbuatan tersebut melanggar kesusilaan masyarakat.

BAB III
PENGATURAN

Bagian Pertama
Pembatasan dan Perizinan
Paragraf Satu
Pembatasan

Pasal 8
(1) Pembuatan, penyebar luasan, dan pcnggunaan pornografi sebagaimana dimaksud Pasal … sampai dengan Pasal….dikecualikan untuk tujuan pendidikan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dalam batas yang diperlukan.
(2) Pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan materi pornografi sebagaimana dimaksud pada avat (l) terbatas pada lembaga riset atau lembaga pendidikan yang bidang
keilmuannya bertujuan untuk pengembangan pengetahuan.

Pasal 9
(1) Penggunaan barang pornografi dapat dilakukan uutuk keperluan pengobatan gangguan kesehatan.

(2) Penggunaan barang pornografi untuk keperluan gangguan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah mendapatkan rekomendasi dari dokter, rumah sakit dan/atau lembaga kesehatan yang mendapatkan ijin dari Pemerintah.

Pasal 10
(1) pelarangan pornoaksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal ……, dikecualikan untuk:
a. cara berbusana dan/atau tingkah laku yang menjadi kebiasaan menurut adat-istiadat dan/atau budaya kesukuan, sepanjang berkaitan dengan pelaksanaan ritus keagamaan
atau kepercayaan;
b. kegiatan seni;
c. kegiatan olahraga; atau
d. tujuan pendidikan dalam bidang kesehatan.
(2) Kegiatan seni sebabaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b hanya dapat dilaksanakan di tempat khusus pertunjukan seni.
(3)Kegiatan olahraya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c hanya dapat dilaksanakan di tempat khusus olahraga.

Paragrap Dua
Perizinan

Pasal 11
(1) Tempat khusus pertunjukan seni sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (2) harus mcndapatkan izin dari Pemerintah.
(2) Tempat khusus olahraga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (3) harus mcndapatkan izin dari Pemerintah.

Pasal 12
l. Pemerintah dapat memberikan izin kepada setiap orang untuk memproduksi, mengimpor dan menyebarluaskan barang pornografi dalam media cetak dan/atau media elektronik untuk keperluan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 dan Pasal 35. ,
2. Setiap orang yang melakukan penyebarluasan barang pornograli dalam media cetak dan/atau media elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan dengan
memenuhi syarat:
a. penjualan barang dan/atau jasa pornografi hanya dilakukan oleh badan-badan usaha yang memiliki izin khusus;
b. penjualan barang dan/atau jasa pornografi secara langsung hanya dilakukan di tempat-tempat tertentu dengan tanda khusus;
c. penjualan barang pornografi dilakukan dalam bungkus rapat dengan kemasan bertanda khusus dan segel tertutup;
d. barang pornografi yang dijual dlitempatkan pada etalase tersendiri yang letaknya .jauh dari jangkauan anak-anak dan remaja berusia dibawah 18 (delapan belas) tahun;

Pasal 13
(1) Izin dan syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam pasal 37 dan pasal 38 selanjutnya
diatur dengan peraturan pemerintah.
(2) Pcraluran Pemerinlah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mengatur pemberian izin dan syarat-syarat secara umum dan pengaturan selanjutnya secara khusus diserahkan kepada daerah sesuai dcngan kondisi, adat istiadat dan budaya dacrah masing-masing.


Bagian Kedua
Larangan

Pasal 14
Dilarang setiap orang sengaja di muka umum membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang melanggar kesusilaan masyarakat dengan mengeksploitasi daya tarik :
a. Obyek seksual.
b. ketelanjangan tubuh orang dewasa.
c. aktivitas orang yang melakukan masturbasi atau onani.
d. aktivitas orang dalam berhubungan seks atau melakukan aktivitas yang mengarah pada hubungan seks dengan pasangan berlawanan jenis.
e. aktivitas orang dalam berhubungan seks atau melakukan aktivitas yang mengarah pada hubungan seks dengan pasangan sejenis.
f. aktivitas orang dalam berhubungan seks atau melakukan aktivitas yang mengarah pada hubungan seks dengan orang yang telah meninggal dunia.
g. aktivitas orang dalam berhubungan seks atau melakukan aktivitas yang mengarah pada hubungan seks dengan hewan.
h. aktivitas orang dalam pertunjukan seks.
i. aktivitas anak-anak yang melakukan masturbasi, onani dan atau hubungan seks.
j. aktivitas orang yang melakukan lmbungan seks atau aktivitas yang mengarah pada hubungan seks dengan anak-anak.

Pasal 15
Dilarang setiap orang dengan sengaja di muka umum menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik bagian tubuh tertentu yang sensual dari orang dewasa melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi media yang melanggar kesusilaan masyarakat dengan mengeksploitasi:
a. daya tarik obyek seksual;
b. daya tarik ketelanjangan tubuh;
c. aktivitas orang yang melakukan masturbasi atau onani;
d. aktivitas orang dalam berhubungan seks atau melakukan aktivitas yang mengarah pada hubungan seks dengan pasangan berlawanan jenis;
e. ktivitas orang dalam berhubungan seks atau melakukan aktivitas yang mengarah pada hubungan seks dengan pasangan sejenis;
f. aktivitas orang dalam berhubungan seks atau melakukan aktivitas yang mengarah pada hubungan seks dengan cara sadis, kejam, pemukulan, sodomi, perkosaan, dan cara-cara
kekerasan lainnya;
g. aktivitas orang dalam berhubungan seks atau melakukan aktivitas yang mengarah pada hubungan seks dengan orang yang telah meninggal dunia;
h. aktivitas orang, dalam berhubungan seks atau melakukan aktivitas yang mengarah pada hubungan seks dengan hewan
i. aktivitas orang dalam acara pesta seks

j. aktivitas orang dalam pertunjukan seks.
k. aktivitas avak-anak dalam melakukan masturbasi atau onani.
l. aktivitas anak-anak dalam berhubungan seks.
m. aktivitas orang dalam berhubungan seks dengan anak; atau
n. aktivitas orang dalam berhubungan seks atau melakukan aktivitas yang mcngarah pada hubungan seks dengan anak-anak dengan cara sadis, kejam, pemukulan, sodomi, perkosaan, dan cara-cara kekerasan lainnya.

Pasal 16
Dilarang setiap orang yang sengaja menjadikan diri sendiri dan/atau orang lain sebagai model atau obyek pembuatan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik bagian tubuh tertentu yang sensual dari orang dewasa, ketelanjangan tubuh dan/atau daya tarik tubuh atau bagian-bagian tubuh orang yang menari erotis atau bergoyang erotis, aktivitas orang yang berciuman bibir, aktivitas orang yang melakukan masturbasi atau onani, orang yang berhubungan seks atau melakukan aktivitas yang mengarah pada hubungan seks dengan pasangan berlawanan jenis, pasangan sejenis, orang yang telah neninggal dunia dan/atau dengan hewan.

Pasal 17
Dilarang sctiap orang yang sengaja menyuruh atau memaksa, anak-anak menjadi model atau obyek pembuatan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan
dcngan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi aktivitas anak-anak untuk melakukan masturbasi, onani, dan/atau hubungan seks.

Pasal 18
Dilarang setiap orang yang sengaja membuat, menyebarluaskan, dan menggunakan karya seni yang mengandung sifat pornografi di media massa cetak, media massa elektronik, atau alat komunikasi media, dan yang berada di tempat-tempat umum yang bukan dimaksudkan sebagai tempat pertunjukan karya seni.

Pasal 19
Dilarang setiap oraug yang dengan sengaja membeli barang pornografi dan/atau jasa pornografi tanpa alasan yang dibenarkan berdasarkan Undang-Undang ini

Pasal 20
Dilarang setiap orang dengan sengaja menyediakan dana, tempat, peralatan dan/atau perlengkapan bagi orang lain untuk melakukan kegiatan pornografi dan/atau pameran
pornografi.

BAB IV
PENCEGAHAN PEMBINAAN

Bagian Pertama
Pencegahan

Pasa1 21
Upaya pencegahan dampak negatif pornografi dilakukan dalam cara:
a. pendidikan;
b. Kerjasama kerjasama bilateral, regional, dan multilateral dengan negara lain dalam upaya menanggulangi dan memberantas masalah pornografi sesuai dengan kepentingan bangsa dan negara;
c. Sosialisasi;

d. advokasi;
e. Pemberdayaan;
f. Pengawasan; dan
g. Penindakan.

Bagian Kedua pembinaan
Pasal 22
Pengunaan barang-barang pornografi dan/atau pornoaksi yang dilakukan oleh anak-anak dilakukan pembinaan oleh orang tua atau dibebankan kepada negara.

Bagian Ketiga
Peran Pemerintah
Pasal 23
Peran pemerintah dalam pencegahan dampak negatif pornograf dilakukan melalui:
a. Perlindungan hukum dan jaminan keamanan kepada pelapor terjadinya tindak pidana pornografi:
b. Pembinaan Moral
c.pemberdayaan/pembinaan
d. Pengaturan

Bagian Kcempat
Pcran Masyarakat
Pasa1 24
Peran masyarakat dalam pencegahan dampak negatif pornografi dilakukan melalui:
a. Melaporkan apabila melihat, menyaksikan ada pelanggaran pembatasan dan larangan pornografi.
b. Memberikan masukan dan informasi apabila terjadi pelanggaran pembatasan dan larangan porrnografi.
c. Bantuan advokasi
d. Sosialisasi pencegahan
e. pembinaan lingkungan

BAB V
PENYELIDIKAN, PENYIDIKAN DAN PENUNUTUTAN

Pasal 25
Penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap pelanggaran pornografi dan pornoaksi dilaksanakan berdasarkan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.

BAB VI
PEMUSNAHAN

Pasal 26
(I ) pemusnahan barang pornografi dilakukan terhadap hasil penyitaan dan perampasan barang yang tidak berizin berdasarkan putusan pengadilan.
(2) pemusnahan barang pornografi sebagimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh penuntut umum.
(3) pemusnahan barang pornografi sebagaimana dimaksud ayat (1) dilakukan oleh penuntut umum dengan membuat berita acara yang sekurang-kurangnya memuat:
a. nama media apabila barang disebarluaskan melalui media massa cetak, dan atau media massa elektronik.
b. nama dan jenis serta jumlah barang yang dimusnahkan.
c. hari, tanggal, bulan, dan tahun pemusnahan;
d. keterangan mengenai pemilik atau yang menguasai barang yang dimusnahkan;
dan

  1. tanda tangan dan identitas lengkap para pelaksana dan pejabat yang melaksanakan dan menyaksikan pemusnahan.

BAB VII
KETENTUAN SANKSI

Bagian pertama
Sanksi administratif
pasal 27
(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 diancam dengan sanksi administratif berupa pencabutan ijin usaha sesuai peraturan perundang undangan yang berlaku;
(2) Setiap orang yang telah dicabut ijin usahanya sebagaimana dimaksud pada ayat (I) tidak dapat mengajukan kembali ijin usaha sejenis.

Bagian kedua
sanksipidana

pasal 28
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak Rp 75.000.000,- (tujuh puluh lima juta rupiah) setiap orang yang dengan sengaja
di muka umum melakukan perbuatan sebagaimana diatur dalam pasal 14

pasal 29
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp 3.000.000,000,000,- (tiga milyar rupiah)) setiap orang yang dengan sengaja di di muka umum melakukan perbuatan scbagaimana diatur dalam Pasal 15

pasal 30
Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 18 (delapan belas) bulan dan paling lama 7 (tu.juh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 75.000.000,- (tujuh puluh lima
juta rupiah) dan paling banyak Rp 3.000.000.000.000,- (tiga milyar rupiah), setiap orang yang sengaja melakukan perbuatan sebagaimana diatur dalam pasal 16

pasal 31
Setiap orang yang sengaja menyuruh atau memaksa, anak-anak menjadi model atau obyek pembuatan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi aktivitas anak-anak untuk melakukan masturbasi, onani, dan/atau hubungan seks, dipidana dengan pidana penajara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 75.000.000,- (tujuh puluh lima .juta rupiah) dan paling banyak Rp. 3.000.000,000,000,- (tiga miliar rupiah).

Pasal 32
Setiap orang yang, sengaja membuat,menyebarluaskan, dan menggunakan karya seni yang mengandung sifat pornografi di media massa cetak, media massa elektronik, atau alat komunikasi media, dan yang berada di tempat-tempat umum yang bukan dimaksudkan sebagai tempat pertunjukan karya seni, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 18 (delapan belas) hulan dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 75.000.000,- (tujuh puluh lima juta rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000,000,000,- (tiga miliar rupiah).

pasal 33
Setiap orang yang dengan sengaja membeli barang pornografi dan/atau jasa pornografi tanpa alasan yang dibenarkan berdasarkan undang-undang ini dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling scdikit Rp. 75.000.000,- (tujuh puluh lima jula rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000,000,000,- (tiga milyar rupiah).

Pasal 34
Setiap orang dengan sengaja menyediakan dana, tempat, peralatan dan/atau perlengkapan bagi orang lain untuk melakukan kegiatan pornografi dan/atau pameran pornografi dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 75.000.000,- (tujuh puluh lima juta rupiah) dan paling banyak Rp 3.000.000,000,000,- (tiga miliar rupiah).

BAB VIII
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 35
Pada saat mulai berlakunya undang-undangr ini semua peraturan perundang-undangan yang mengatur atau berkaitan dengan tindak pidana pornografi dinyatakan tetap berlaku
sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang ini.



BAB IX
KETENTUAN PENUTUP

pasal 36
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan menempatkannya dalam lembaran Negara republic Indonesia.

Disahkan di Jakarta pada tanggal,
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

DR. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta,
………………………………..
Pada tanggal, ……………………………………

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA

DR. HAMID AWALUDIN, SH

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN

Hati-hati RUU Anti pornografi

Sebelum Tahun 2009 DPR berencana mensahkan RUU Anti Pornografi yang sebelumnya bernama RUU APP. Saat ini banyak pertentangan dari masyarakat mengenai isi dari RUU ini, karena dinilai mengebiri kebebasan masyarakat, khususnya kebebasn berekspresi dan berkreasi.
Kita Sebagai EO harus mulai berhati-hati dalam membuat suatu paket acara dan kemasan promosi khususnya kalau kita membuat program Brand Activation. Contoh hal-hal yang harus lebih kita perhatikan kalau kita berdasar pada draft RUU Anti Pronografi :

1. Seragam SPG, kalau RUU itu disahkan, kita tidak akan lagi bsa menggunakan seragam SPG yang sexy-sexy, padahal itu merupakan satu daya tarik.
2. Sexy Dancer, saat ini bisa dikatakan merupakan salah satu komponen acara wajib, khususnya kalau membuat acara-acara indoor atau private.
3. Tari-Tarian Tradisional, beberapa Tarian Tradisional bisa ditindak dengan RUU ini, berkaitan dengan gerakannya yang erotis, seperti tari jaipong. Dan juga kostum yang "vulgar"

untuk itu, bagi para kreator2 EO untuk lebih berhati-hati